PERANG PALEMBANG DAN BENTENG-BENTENG PERTAHANANNYA (1819-1821)
Abstract
Pendahuluan
Â
Berbicara perang Palembang yang terjadi pada tahun 1819 dan 1821 tidak dapat dipisahkan dari peran benteng-benteng pertahanan. Yang dimaksudkan dengan benteng disini adalah bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan pertahanan. Pertahanan dari serangan musuh pada saat berperang. Sesuai nalurinya, maka manusia akan seanantiasa menyerang atau diserang. Disaat diserang, membutuhkan tempat untuk bertahan yang biasanya terdiri dari bangunan yang dibuat kuat dan kokoh.
Keberadaan benteng-benteng di Kesultanan Palembang, terkait dengan adanya ancaman dari kolonialis Belanda pada Oktober 1819. Disebutkan bahwa sejak kembalinya Belanda ke Nusantara, setelah pendudukan Inggris selama sekitar lima tahun (1811-1816). Sebagai bagian dari kawasan yang diserahkan kepada Belanda, maka sejak Nopember 1816 wakil Belanda (Klaas Heynis) berkedudukan sebagai residen di Kesultanan Palembang. Bagaimana kondisi Palembang setelah Inggris keluar dari daerah ini? Belanda yang baru tiba dengan segala keterbatasannya, membuat situasi di Palembang menjadi tidak terkendali. Banyak terjadi kekacauan khususnya di daerah perbatasan (Lampung dan Bengkulu), dan di daerah uluan, serta perairan Palembang-Bangka. Sultan Najamuddin II (adik Sultan Badaruddin II) yang berkuasa pada waktu itu tidak mampu berbuat banyak menghadapi hal tersebut. Tiga residen Belanda juga tidak berhasil mengamankan Palembang. Akhirnya, pihak Belanda di Batavia mengirimkan orang kuat untuk mengatasinya yaitu Komisaris Muntinghe (ANRI, Bundel Palembang No. 70.3).
Kebijakan Muntinghe membagi wilayah Kesultanan Palembang (Juni 1818) dengan dalih memulihkan keamanan, disambut baik oleh Sultan Badaruddin II. Sedangkan Sultan Najamuddin II menolak, dan meminta bantuan kepada Inggris (Raffles) di Bengkulu. Pengiriman ekspedisi Inggris dari Bengkulu, menyebabkan terjadi krisis antara Belanda dan Inggris, juga Sultan Najamuddin II. Krisis itu berakhir dengan dikembalikannya pasukan Inggris ke Bengkulu. Efek dari peristiwa tersebut, Sultan Najamuddin II dibuang ke Jawa Barat. Dengan demikian, seluruh kekuasaan dan wilayah Najamuddin II menjadi milik Badaruddin II. Meskipun kekuasaan Badaruddin II menjadi lebih besar dengan wilayah yang lebih luas, namun kekuasaannya tetap terbatas karena Muntinghe mengendalikan kekuasaan dengan wilayah yang lebih luas. Kepergian Muntinghe ke uluan dalam rangka mengusir pasukan Inggris yang ditinggalkan di sana, memberi peluang kepada Sultan untuk mempersiapkan diri dalam rangka melepaskan diri dari pengaruh Belanda. Usaha itu diwujudkan pada Juni 1818 (ANRI, Bundel Palembang No. 5.1; ANRI, Bundel Palembang No. 67; Bataviaasch Courant, 26 Juni 1819, Nomor 26).
Dalam peperangan pertama antara laskar Palembang dan Belanda, berhasil dimenangkan oleh Palembang. Akibatnya, pasukan Belanda mundur ke Bangka dan menutup muara Sungai Musi (Sungsang). Pascakemenangan tersebut, Kesultanan Palembang dihadapkan pada kemungkinan datangnya balasan dari pihak Belanda. Untuk itu, maka Sultan harus mempersiapkan diri. Untuk menghadapi serangan musuh, Sultan bersama-sama rakyatnya melakukan berbagai persiapan. Dalam waktu sekitar tiga bulan, hal penting yang disiapkan oleh Sultan adalah mendirikan benteng-benteng dalam rangka pertahanan. Untuk itu, muncul pertanyaan bagaimana jalannya peperangan di Kesultanan Palembang, dan apa peran benteng-benteng pertahanan yang disiapkan dalam beberapa kali peperangan Palembang dan Belanda? Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengungkapkan jalannya peperangan-peperangan tersebut, sekaligus untuk mengetahui peran benteng-benteng dalam berbagai peristiwa penting itu.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Diterbitkan oleh:
Program Studi Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Alamat Kantor:
Jl. Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Indralaya, OI, Sumatera Selatan (30662)
Phone: +62
Faximile: +62
E-mail:
jurnalarsitekturunsri@gmail.com
Homepage:
http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jas/index
http://arsitektur.ft.unsri.ac.id/